www.unik77.tk
Hikmatus Solihah, 4, tidak berbeda dengan bocah-bocah sebayanya. Ia bahkan tergolong periang dan cerdas. Namun putri pasangan Abdul Jamal-Siti Romlah, warga Dusun Curahbanyak, Desa Kluwut, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan, ini punya kebiasaan aneh, yaitu suka makan beras mentah. Saat Surya berkunjung, Leha, panggilan bocah ini, sedang menikmati sepiring kecil beras mentah didampingi ayahnya, Jamal dan kakaknya, Afifudin. Butiran beras keras itu dikunyahnya hingga halus sebelum ditelan. Tidak terlihat kesulitan siswi TK Karangpoh Kluwut itu mengunyah. Sekitar 15 menit kemudian, sepiring beras itu pun ludes.
Pemandangan itu terjadi tiap hari. Bagi Leha, camilan adalah beras mentah, bukan kue-kue seperti yang disukai bocah-bocah lain. Jamal dan istrinya sebenarnya ingin menghentikan kebiasaan ini, tetapi kalau tidak diberi, Leha minta beras ke tetangga. ”Tapi kami juga membatasi. Karena kalau tidak, sehari dia bisa habis sekilo,” kata Jamal.
Diceritakan Jamal, kesukaan anaknya makan beras mentah itu berawal ketika ia berusia setahun. Saat itu, Jamal dan istrinya baru pulang dari kulakan untuk memenuhi dagangan warungnya.
Sedangkan si Leha bermain tepung sehingga seluruh badan dan wajahnya memutih kena tepung.
“Biar tidak nangis saya ganti dengan beras buat mainan. Ternyata beras itu dimakannya mentah-mentah dan menjadi kebiasaan hingga saat ini. Saya khawatir kesehatannya terganggu. Lalu, dia kami bawa ke puskesmas,” tambah Abdul Jamal.
Dokter yang memeriksanya juga heran. Namun untuk mencegah bahaya, Jamal diminta memberi beras yang sudah dicuci dan bukan beras jatah PNS, karena dikhawatirkan masih terkontaminasi zat kimia.
“Memang pernah saya beri beras jatah. Tapi Leha malah kena diare. Kami juga pernah melarangnya dan dua bulan lalu semua beras disembunyikan. Tapi Leha malah sakit panas dua hari,” tutur Siti Romlah, sang ibu.
Memang selain makan beras, Leha juga masih makan nasi dan minum ASI sampai usia dua tahun. Namun begitu lepas ASI, ia emoh minum susu dan lebih suka minum air putih.
Kebiasaan balita kelahiran 27 Februari 2004 ini, ternyata juga diketahui para tetangganya. Tak jarang, balita yang mudah akrab dengan orang lain ini mengambil sendiri beras tetangga.
“Tiap main ke rumah saya, Leha langsung ke dapur dan mencari saya minta beras. Karena sudah terbiasa, saya suruh ambil sendiri, sampai jadi kebiasaan. Orang sini sudah tahu kebiasaannya dan jika dilarang khawatir nangis dan sakit. Sayang kan, anak itu memang lucu dan pintar,” ujar Purwati, tetangga Jamal.
Dokter spesialis kesehatan anal RSU Dr Soetomo, dr Agus Hariyanto SpA(K), menilai kesukaan Leha makan beras mentah itu sebagai hal biasa dan jamak. Ia juga menduga hal itu akibat kelainan psikologis. ”Bisa jadi itu akibat kurang kasih sayang orangtua, eksploitasi berlebihan dari orangtua dan lingkungan. Sekali dia minta dituruti, jadi berlanjut terus seperti sekarang,” kata Agus.
Dari segi kesehatan, kata Agus, Leha tidak terlalu terancam, meski bukan berarti tidak perlu disembuhkan. ”Dia bisa mengalami kekurangan darah. Lambung juga akan bekerja sangat keras dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan luka. Ini perlu dicari penyebabnya,” kata Agus.
Menurut Agus ada dua cara mengembalikan Leha ke kondisi normal. Pertama, orangtua harus tegas dengan menyetop pemberian beras dan tidak khawatir dengan sakit panas Leha. “Kedua melalui tindakan medis, penanganan psikologis dan pemeriksaan mendalam tentang fungis tubuh. Untuk itu harus ke rumah sakit,” ujar Agus.
Pemandangan itu terjadi tiap hari. Bagi Leha, camilan adalah beras mentah, bukan kue-kue seperti yang disukai bocah-bocah lain. Jamal dan istrinya sebenarnya ingin menghentikan kebiasaan ini, tetapi kalau tidak diberi, Leha minta beras ke tetangga. ”Tapi kami juga membatasi. Karena kalau tidak, sehari dia bisa habis sekilo,” kata Jamal.
Diceritakan Jamal, kesukaan anaknya makan beras mentah itu berawal ketika ia berusia setahun. Saat itu, Jamal dan istrinya baru pulang dari kulakan untuk memenuhi dagangan warungnya.
Sedangkan si Leha bermain tepung sehingga seluruh badan dan wajahnya memutih kena tepung.
“Biar tidak nangis saya ganti dengan beras buat mainan. Ternyata beras itu dimakannya mentah-mentah dan menjadi kebiasaan hingga saat ini. Saya khawatir kesehatannya terganggu. Lalu, dia kami bawa ke puskesmas,” tambah Abdul Jamal.
Dokter yang memeriksanya juga heran. Namun untuk mencegah bahaya, Jamal diminta memberi beras yang sudah dicuci dan bukan beras jatah PNS, karena dikhawatirkan masih terkontaminasi zat kimia.
“Memang pernah saya beri beras jatah. Tapi Leha malah kena diare. Kami juga pernah melarangnya dan dua bulan lalu semua beras disembunyikan. Tapi Leha malah sakit panas dua hari,” tutur Siti Romlah, sang ibu.
Memang selain makan beras, Leha juga masih makan nasi dan minum ASI sampai usia dua tahun. Namun begitu lepas ASI, ia emoh minum susu dan lebih suka minum air putih.
Kebiasaan balita kelahiran 27 Februari 2004 ini, ternyata juga diketahui para tetangganya. Tak jarang, balita yang mudah akrab dengan orang lain ini mengambil sendiri beras tetangga.
“Tiap main ke rumah saya, Leha langsung ke dapur dan mencari saya minta beras. Karena sudah terbiasa, saya suruh ambil sendiri, sampai jadi kebiasaan. Orang sini sudah tahu kebiasaannya dan jika dilarang khawatir nangis dan sakit. Sayang kan, anak itu memang lucu dan pintar,” ujar Purwati, tetangga Jamal.
Dokter spesialis kesehatan anal RSU Dr Soetomo, dr Agus Hariyanto SpA(K), menilai kesukaan Leha makan beras mentah itu sebagai hal biasa dan jamak. Ia juga menduga hal itu akibat kelainan psikologis. ”Bisa jadi itu akibat kurang kasih sayang orangtua, eksploitasi berlebihan dari orangtua dan lingkungan. Sekali dia minta dituruti, jadi berlanjut terus seperti sekarang,” kata Agus.
Dari segi kesehatan, kata Agus, Leha tidak terlalu terancam, meski bukan berarti tidak perlu disembuhkan. ”Dia bisa mengalami kekurangan darah. Lambung juga akan bekerja sangat keras dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan luka. Ini perlu dicari penyebabnya,” kata Agus.
Menurut Agus ada dua cara mengembalikan Leha ke kondisi normal. Pertama, orangtua harus tegas dengan menyetop pemberian beras dan tidak khawatir dengan sakit panas Leha. “Kedua melalui tindakan medis, penanganan psikologis dan pemeriksaan mendalam tentang fungis tubuh. Untuk itu harus ke rumah sakit,” ujar Agus.
No comments:
Post a Comment