www.unik77.tk
all about unik 77 : percaya atau tidak, kalau bisa sih unik setuju ?
sumber : http://forum.detik.com/showthread.php?t=59270
Stasiun Angkasa dan Masa Depan Kehidupan Bumi
HINGGA datangnya zaman stasiun ruang angkasa, manusia Bumi melakukan berbagai kegiatan penyelidikan ruang angkasa dan langit pada umumnya dari Bumi. Paling jauh, manusia mengirim balon udara, roket yang melepas instrumen pengukur, atau terbang dengan pesawat, untuk menyelidiki fenomena jauh di tempat tinggi. Selebihnya malah dengan teropong bintang. Dari situ saja, hasilnya sudah sangat mengagumkan. Pengetahuan manusia tentang alam semesta dari waktu ke waktu bertambah berlipat-lipat. Bukan saja tentang Bulan, planet-planet, bintang-bintang, tetapi juga tentang galaksi dan obyek alam semesta lain yang amat jauh jaraknya dari Bumi. Dengan itu semua, para ahli astronomi berhasil mengkonstruksi sejarah alam semesta. Dengan beroperasinya Stasiun Ruang Angkasa Internasional, sejarah dan cakupan pengetahuan yang akan direngkuh umat manusia tentunya akan memasuki spektrum yang lebih luas lagi. Itu karena kondisi gravitasi-mikro telah menjanjikan hasil-hasil yang sulit terjadi di Bumi. Berikut laporan Adel ne MT, A. Darmawan, dan Ninok Leksono menyangkut stasiun yang kabarnya juga mengantar umat manusia menuju penjelajahan ke arah sudut-sudut jagad yang lebih jauh itu.
Atlantis dan MIR.
Mir milik Rusia Stasiun Ruang Angkasa Mir - Island in The Sky
Mengikuti laporan tentang visi ruang angkasa di majalah Time (10 April 2000), pembaca diperkenalkan pada sejumlah isu menarik dan beragam mengenai kegiatan eksplorasi dan penelitian antariksa. Sejumlah pertanyaan dikemukakan, seperti "Apakah di masa depan manusia akan hidup (tinggal) di Mars?; Menemukan alam semesta lain?; ditabrak asteroid?; berkelana di bintang-bintang lain?; dan bertemu dengan mahluk cerdas di luar Bumi ?"
Ambil misalnya pertanyaan pertama tentang kemungkinan tinggal di Mars. Urusan terbang ke dan tinggal di Mars jelas amat rumit dari berbagai seginya, terutama dari teknologi dan pendanaan.
Sebelum hal itu dilakukan, antara lain sudah harus diketahui terlebih dulu, bagaimana pengaruh perjalanan angkasa jangka panjang selama beberapa tahun, misalnya terhadap kinerja tubuh manusia. Pengetahuan ini sampai tingkat tertentu sudah diperoleh manusia melalui pengalaman tinggal selama beberapa waktu, dari beberapa hari, minggu, bulan, bahkan satu-dua tahun di stasiun ruan angkasa, mulai dari Salyut, Skylab, dan Mir. Tetapi mungkin saja masih diperlukan tinggal lebih lama lagi di stasiun ruang angkasa untuk mendapatkan pengetahuan lebih jauh. Di sinilah kehadiran stasiun ruang angkasa yang operasional sangat diperlukan. Pada akhirnya toh manusia di tengah makin sempit dan terbatasnya Bumi dalam menopang kehidupan manusia akan meluaskan lebensraum (ruang kehidupan) ke planet lain, dan untuk itu ia membutuhkan pengetahuan lebih lanjut mengenai efek tanpa gaya berat dalam jangka panjang yang pasti akan ditemui dalam perjalanan sangat jauh ke planet lain.
Barangkali sebelum koloni luar Bumi, stasiun angkasa juga amat bermanfaat untuk berbagai tujuan lain, ilmiah maupun ekonomis. Untuk keperluan ilmiah, bidang astronomi sudah melihat manfaat yang diperoleh dari teleskop Hubble yang dipangkalkan di ruang angkasa. Kita semua mengetahui, bahwa atmosfer bumi, yang kini semakin terkena polusi, tidak kondusif untuk kegiatan observasi langit. Untuk m l epaskan diri dari kendala itu, orang harus berada di luar atmosfer, yang berarti di ruang angkasa.
Melalui stasiun seperti Skylab dan Mir memang sudah banyak diperoleh pengetahuan baru mengenai berbagai proses dan fenomena semesta.
Selain itu, lingkungan tanpa gaya berat yang ada di ruang angkasa rupanya juga dilihat sebagai nilai plus untuk penyelidikan mengenai bahan industri. Para peneliti mengetahui, bahwa pada lingkungan tanpa gaya berat bahan bercampur dengan baik. Pengetahuan ini bisa dimanfaatkan untuk membuat kristal lebih murni, baik untuk bahan farmasi/obat-obatan, maupun untuk bahan industri lain. Fungsi ini, menyongsong era persaingan ekonomi yang makin kompetitif, jelas akan diperlukan.
Seiring dengan itu, makin terbatasnya sumberdaya alam bumi yang ada membuat manusia perlu menginventarisasi sumberdaya alam baru yang mungkin makin terbatas dan sulit dicari. Adanya anjungan angkasa dalam bentuk stasiun orbit yang bisa berkali-kali menyisir wilayah-wilayah Bumi pasti akan membantu upaya ersebut. Kini pun, misi terakhir untuk penyelamatan Mir juga membawa kamera penginderaan jauh.
Satu lagi aspek penting yang ada pada stasiun angkasa adalah pemanfaatan untuk observasi militer. Meski sekarang tidak ada lagi ancaman serius yang berkaitan dengan konflik antarkekuatan besar di dunia, doktrin udara (yang diperluas ke wilayah antariksa) menggariskan, bahwa siapa yang menguasai udara/antariksa punya keunggulan lebih dibanding lawan yang tidak menguasainya. Fungsi ini memang sekarang banyak dilakukan oleh pesawat dan satelit mata-mata. Tetapi jelas, bahwa penguasaan teknologi anjungan angkasa memberi keuntungan strategis untuk bila sewaktu-waktu dibutuhkan bisa dimanfaatkan untuk tujuan militer. Kalaupun bukan untuk menghadapi lawan dari Bumi, siapa tahu menghadapi penyerbu asing. Sementara ini pada masa damai stasiun ruang angkasa digunakan sepenuhnya untuk tujuan-tujuan damai.
ISS dan persoalannya
Uraian di atas memperlihatkan, bahwa baik untuk mempersiapkan perjalanan panjang antarplanet, dalam hal ini untuk mengetahui dampak kegiatan seperti itu bagi tubuh dan kesehatan manusia, baik untuk penelitian alam semesta yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya, baik untuk tujuan praktis di bidang ekonomi industri, dan bahkan baik untuk tujuan militer, stasiun ruang angkasa memperlihatkan kemanfaatannya.
Atas dasar pertimbangan itulah, Rusia mengembangkan stasiun Salyut seri 1 sampai 7, dilanjutkan oleh stasiun Mir. AS mengembangkan Skylab, dan kini bersama dengan sejumlah mitra internasional seperti Jepang, Rusia, dan Eropa, dalam proses menyelesaikan stasiun angkasa yang dikemas dalam proyek ISS (International Space Station).
Ini memang proyek internasional yang sebelumnya muncul setelah melalui perundingan panjang. Sayang proyek yang bernilai 50 milyar sampai 100 milyar dollar dan bertujuan untuk menempatkan stasiun megah di ketinggian 373 km di atas Bumi ini banyak digerogot oleh berbagai ganjalan.
Sebagai bangsa yang mencetuskan ide ISS pertama kali ide ini dilontarkan oleh Presiden Ronald Reagan tahun 1984 kini AS memang merupakan penyandang dana terbesar bagi proyek ini. Saat dicetuskan oleh Presiden Reagan, stasiun yang dimaksud diperkirakan akan selesai dalam tempo delapan tahun dengan biaya delapan milyar dollar.
Tetapi ketika para insinyur mulai menggambar, segera muncul berbagai hal yang pelik. Versi demi versi dimunculkan, tetapi ditolak, karena dinilai terlalu mahal, terlalu jelek, terlalu berbahaya untuk membangunnya. Sampai tahun 1992, sudah dihabiskan 10 milyar dollar untuk merencanakannya saja. (Time, 10/4/2000)
Kini, ada 16 negara yang ambil bagian dalam proyek ISS, termasuk Rusia yang berjanji akan menyumbangkan perangkat keras (seperti modul servis) dan pengetahuan (know-how). Tetapi dengan ekonomi yang anjlok, birokrasi yang ruwet, Rusia pun terlambat menepati batas waktu penyerahan. Ini memaksa AS untuk mengambil alih pekerjaan dan membayar pengeluaran.
Hal yang membuat keadaan lebih buruk, tukang kritik termasuk banyak ilmuwan angkasa yang pandangannya menjadi pertimbangan bagi pembangunan stasiun tersebut malah mengatakan, bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dirancang untuk dilakukan dalam ISS akan lebih baik dilakukan oleh satu wahana robot, dimana eksperimen sensitif bisa dilakukan t npa peran serta astronot.
Namun dalam pandangan Amerika, seperti diungkapkan oleh Jeffrey Kluger dalam laporannya di Time, ISS akan diselesaikan. Ada banyak kontraktor kedirgantaraan di distrik-distrik anggota Kongres yang kuat kini sedang berihtiar keras untuk mengatasi semua persoalan yang ada. Pada tahun 1998, dua modul pertama sudah diluncurkan ke orbit, dan yang ketiga milik Rusia dijadwalkan diluncurkan Juli mendatang. Tahun 2006 stasiun ini diharapkan sudah operasional, dan AS satu generasi lebih tua dan sekian milyar lebih miskin harus memutuskan akan mengerjakan apa dengan stasiun tersebut.
Apa yang dikemukakan oleh Kluger di atas mungkin saja mengandung kebenaran, meski ada nuansa kesal. Tetapi apa yang dikemukakan di atas, kalau pun tidak dalam jangka dekat ya jangka panjang, tetap berlaku. Pertama, karena tuntutan kebutuhan dan persaingan, ekonomi ataupun militer. Kedua, sifat manusia, apalagi untuk bangsa Amerika, adalah penuh rasa ingin tahu. Stasiun ruang angkasa seperti ISS menawa k an banyak peluang untuk menjawab berbagai rasa ingin tahu tersebut, pertama memuaskan semangat ilmiah, dan berikutnya untuk ditransformasikan ke dalam bidang-bidang praktis di sektor teknologi dan ekonomi.
Stasiun ruang angkasa rusia MIR
Badan Ruang angkasa rusia!
Badan Antariksa Federal Russia (bahasa Rusia:Федеральное космическое агентство, dulunya Badan Penerbangan dan Antariksa Rusia (RKA; dalam bahasa Rusia: Российское авиационно-космическое агентство)) adalah agensi pemerintah yang bertanggung jawab untuk program ilmu angkasa Rusia dan riset aeroangkasa umum.
Sejarah
RKA dibentuk setelah pemecahan bekas Uni Soviet dan pembubaran program angkasa Soviet. RKA menggunakan teknologi dan situs peluncuran yang dulunya milik program angkasa Soviet. RKA telah memusatkan kontrol program angkasa masyarakat Rusia, termasuk seluruh penerbangan angkasa berawak dan tak-berawak non militer.
Badan Antariksa Rusia, seperti program angkasa Soviet sebelumnya terhambat oleh kurangnya pendanaan yang telah merumitkan usaha dari misi bulan sampai kerja sama dalam ISS. Namun pada 2005 rangkaian pendanaan masa depan terlihat lebih baik, karena pemerintah Rusia telah menyetujui 425 milyar rubel (sekitar 15 milyar dolar AS) untuk program angkasa Rusia dari 2006-2015 [1]. Pendanaan untuk 2006 akan mencapai 27 milyar rubel (sekitar 900 juta dolar AS).
Program sekarang
Agensi Angkasa Rusia merupakan salah satu partner NASA dalam program Stasiun Angkasa Internasional (ISS). RKA juga menyediakan pariwisata angkasa untuk penumpang yang membayar-biaya kepada ISS melalui perusahaan Space Adventures.
RKA mengoperasikan beberapa program lainnya untuk ilmu bumi, komunikasi, dan riset ilmiah. Proyek masa depan termasuk penerus pesawat angkasa Soyuz "shuttle" Kliper (dibuat dalam kerja sama dengan ESA), misi robot ilmiah ke salah satu bulan planet Mars dan juga penambahan satelit riset mengorbit Bumi.
Markas Badan Penerbangan dan Antariksa Rusia ada di Kosmodrom Baikonur, Kazakhstan.
RKA dikepalai oleh Anatoly Perminov, yang tugasnya seluruhnya sejalan dengan administrator NASA. RKA mempekerjakan sekitar 300 orang, sebanyak kerja itu dikontrak. Kontraktor utama yang digunakan oleh RKA ialah Kompleks Roket dan Antariksa Energiya, yang memiliki dan mengoperasikan Pusat Kontrol Misi di Korolyov, dan terjadi dalam proyek Stasiun Luar Angkasa Internasional. Tugas Energiya yang sebelumnya adalah mengoperasikan stasiun luar angkasa Mir. Perusahaan itu mengembangkan penggerak Energiya yang kuat yang merupakan kendaraan luncur berat dan digunakan untuk mengorbitkan Buran ke luar angkas.
Kendali peluncuran
Mitra militer RKA ialah Angkatan Antariksa Militer (VKS). VKS mengendalikan fasilitas luncur Kosmodrom Plesetsk Rusia. RKA dan VKS berbagi kendali atas Kosmodrom Baikonur, di mana RKA membayar kembali VKS untuk biaya sejumlah pengontrol penerbangan selama peluncuran sipil. RKA dan VKS juga berbagi kontrol atas Pusat Pelatihan Antariksawan Yuri Gagarin.
Persaingan Menaklukkan Angkasa Luar
SELASA 9 Agustus 2005 pesawat ulang-alik Discovery pulang ke bumi, setelah menjelajah angkasa. Sebelumnya NASA telah sukses mengorbitkan Discovery 26 Juli lalu. Tepat pukul 10.39 waktu setempat (pukul 21.39 WIB), Discovery membelah langit biru nan cerah di pusat peluncuran NASA, Cape Canveral Florida. Peristiwa bersejarah itu mengakhiri penantian dua setengah tahun setelah tragedi Columbia. Columbia meledak di udara 1 Februari 2003, setelah pesawat tersebut memasuki atmosfir bumi dalam proses pendaratan.
Saat perang usai, Von Braun pindah ke AS dan membantu pengembangan teknologi roket untuk kepentingan penerbangan antariksa di sana. Namun entah kenapa, cetak biru V2 kemudian jatuh ke tangan Rusia, dan digunakan sebagai acuan mengembangkan roket sendiri. Kedua negara adidaya itu kemudian terlibat dalam persaingan sengit untuk mengeksplorasi ruang angkasa.
Dalam pengembangan teknologi roket, Rusia unggul lebih dulu dengan keberhasilannya meluncurkan satelit buatan yang pertama di dunia dengan nama Sputnik I pada 4 Oktober 1957. AS kemudian menyusul dengan meluncurkan satelit pertamanya yang dinamai Explorer I pada 31 Januari 1958. Pada 12 April 1961, Rusia kembali memimpin dengan meluncurkan manusia pertama ke angkasa luar, Yuri Alekseyivich Gagarin, seorang mayor Angkatan Udara Rusia yang meluncur dengan kapsul Vostok I. Kurang dari sebulan kemudian, AS yang kebakaran jenggot karena terus didahului Rusia meluncurkan astronot pertamanya, Alan B Shepard, dengan kapsul Mercury 7. Peluncuran ini dilakukan secara terburu-buru dengan teknologi yang belum matang sehingga Shepard hanya mampu mengangkasa selama 15 menit dengan ketinggian maksimal 184 km. Padahal, Gagarin bisa mengangkasa selama 108 menit dengan ketinggian maksimal 301,4 km dalam sekali orbit.
Misi Shepard pun sebenarnya hanyalah penerbangan naik-turun dan tidak sampai mengorbit bumi. Wajar kalau Rusia mengejek misi ini sebagai "penerbangan kutu loncat". AS baru berhasil mengirimkan pesawat pengorbit pada 20 Februari 1962, ketika kapsul Friendship 7 yang diawaki oleh Letkol John Herschel Glenn berhasil melakukan 3 kali orbit dalam penerbangan selama 4 jam 56 menit. Prestasi ini masih kalah jauh dari kemajuan yang dicapai Rusia pada 6 bulan sebelumnya, ketika Mayor German Stephanovich Titov berhasil mengorbit 17 kali dalam penerbangan selama 25 jam 18 menit dalam kapsul Vostok II.
Bulan menjadi sasaran berikutnya dari kedua negara yang sedang bersaing itu. Rusia lagi-lagi mendahului dengan mengirim wahana tak berawak Lunik II pada 14 September 1959. Wahana ini tercatat sebagai wahana buatan manusia pertama yang mendarat di permukaan bulan. Sayangnya, Lunik II mendarat secara keras. Akibatnya seluruh peralatan yang dibawa rusak sehingga tidak mampu mengirimkan data apa pun ke bumi. Rusia baru berhasil mendaratkan wahana yang mampu melakukan pendaratan lunak pada Februari 1966 melalui wahana Lunik IX.
AS pun, walaupun pada awalnya sempat tertinggal, telah berhasil mengirimkan wahana untuk melakukan pendaratan lunak pada 1966. Setahun kemudian, sebuah wahana AS lainnya berhasil mengirimkan gambar TV pertama dari permukaan bulan. Puncaknya terjadi pada 17 Juli 1969, ketika Neil Armstrong dan Edwin Aldrin berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai manusia pertama yang menginjak permukaan bulan melalui misi Apollo-11. Misi ini dilanjutkan dengan 5 pendaratan lainnya, masing-masing Apollo-12 (November 1969), Apollo-14 (Februari 1971), Apollo-15 (Agustus 1971), Apollo-16 (April 1972), dan terakhir, Apollo-17 (Desember 1972). Misi Apollo juga pernah mencatat kegagalan, tepatnya menimpa misi Apollo-13 yang kecelakaan (ledakan pada salah satu modulnya). Untunglah para awak Apollo 13 dapat kembali dengan selamat ke bumi, walaupun gagal menjejak ke permukaan bulan.
Sementara itu, Rusia tercatat pernah mengirimkan modul Lunkhod I pada 17 November 1970. Modul ini berupa robot yang dikendalikan dari bumi. Namun sesudahnya program antariksa Rusia di bulan tidak lagi berlanjut. Begitu pula AS. Setelah berakhirnya misi Apollo-17, AS tidak lagi mengirimkan manusia ke bulan. Alasannya, boros dan berisiko.
Ulang-alik
AS lalu mengembangkan pesawat ulang-alik. Misi ulang-alik dinilai lebih murah karena hampir seluruh komponennya dapat dipergunakan kembali pada misi-misi sesudahnya. AS mencatat sejarah dengan keberhasilannya meluncurkan pesawat ulang-alik pertamanya, Columbia, pada Juni 1981. Dengan digunakannya teknologi ulang-alik, terbuka kesempatan untuk meluncurkan misi berawak dengan frekuensi yang lebih sering dengan pembiayaan yang lebih kecil. Bahkan saat peluncuran perdana Columbia, pihak NASA (Badan Luar Angkasa AS) mematok target untuk meluncurkan setidak-tidaknya satu misi berawak tiap minggu.
Namun, dalam kenyataannya target itu tidak pernah tercapai. Misi ulang-alik pun mulai dipertanyakan efektivitas dan efisiensinya, mengingat dana yang diserap ternyata tidak jauh berbeda daripada era roket sekali pakai yang sudah ditinggalkan NASA. Nahas yang menimpa pesawat ulang-alik Challenger yang meledak saat peluncuran (28 Februari 1986) dan menewaskan ketujuh awaknya membuat NASA merestrukturisasi kembali program ulang-aliknya, khususnya dalam persoalan keamanan. Namun teknologi ulang-alik itu tidak banyak berubah, bahkan selama lebih dari 20 tahun sejak pertama kali digunakan.
Puncaknya terjadi pada peristiwa kecelakaan yang menimpa Columbia. Peristiwa yang menewaskan tujuh awak tersebut kembali membuka perdebatan mengenai keamanan serta kepentingan misi ulang-alik. Buntut dari kecelakaan ini adalah dibekukannya program luar angkasa AS sambil mengkaji kembali berbagai faktor dalam penerbangan ulang-alik. Sepeninggal Challenger dan Columbia, AS masih memiliki tiga pesawat ulang-alik lain, yaitu Discovery, Atlantis, dan Endeavour. Ditambah dengan satu prototipe yang tidak pernah mengudara, Enterprise, yang kini menghuni museum Smithsonian.
Sementara itu, dalam mengatasi ketertinggalannya dari AS, Rusia tercatat juga mengembangkan pesawat ulang-alik sendiri yang diberi nama Buran. Tahun 1988, Buran diuji coba dalam sebuah penerbangan tanpa awak. Sayangnya, krisis politik dan ekonomi yang melanda Uni Sovyet sesaat sebelum bubar membuat proyek Buran tersendat, bahkan terhenti sama sekali sebelum berkembang.
Pecahnya Uni Soviet akhirnya juga membawa malapetaka bagi program antariksa Rusia. Pangkalan peluncuran Rusia yang berada di Tyuratam (kosmodrom Baikonur) kini telah masuk wilayah Kazakhstan, sebuah negara kecil yang secara ekonomi tidak begitu makmur. Rusia harus membayar ongkos sewa untuk dapat terus menggunakan pangkalan tersebut. Padahal Rusia sedang krisis moneter. Walhasil, setelah Soviet bubar, program ruang angkasa Rusia sempat tersendat selama beberapa waktu.
Kondisi ini membuat Rusia kreatif mencari dana untuk membiayai program luar angkasanya. Dengan membayar biaya sekitar 20 juta dolar AS, siapa saja bisa mengikuti penerbangan antariksa Rusia. Dengan cara ini , Dennis Tito, seorang miliarder asal AS, akhirnya bisa tercatat sebagai turis antariksa yang pertama dalam sejarah. Belakangan, Rusia berniat menjadikan program "turis antariksa" ini sebagai salah satu cara memperoleh dana segar guna melanjutkan program luar angkasanya.
Kini teknologi roket tidak lagi menjadi monopoli AS atau Rusia. Jepang, India, China, dan Uni Eropa juga telah berhasil mengembangkan teknologi roket. Keberhasilan China meluncurkan misi berawak ke antariksa pada Oktober 2003 telah menorehkan sejarah baru dalam dunia penerbangan antariksa.
Badan Antariksa Federal Russia (bahasa Rusia:Федеральное космическое агентство, dulunya Badan Penerbangan dan Antariksa Rusia (RKA; dalam bahasa Rusia: Российское авиационно-космическое агентство)) adalah agensi pemerintah yang bertanggung jawab untuk program ilmu angkasa Rusia dan riset aeroangkasa umum.
Sejarah
RKA dibentuk setelah pemecahan bekas Uni Soviet dan pembubaran program angkasa Soviet. RKA menggunakan teknologi dan situs peluncuran yang dulunya milik program angkasa Soviet. RKA telah memusatkan kontrol program angkasa masyarakat Rusia, termasuk seluruh penerbangan angkasa berawak dan tak-berawak non militer.
Badan Antariksa Rusia, seperti program angkasa Soviet sebelumnya terhambat oleh kurangnya pendanaan yang telah merumitkan usaha dari misi bulan sampai kerja sama dalam ISS. Namun pada 2005 rangkaian pendanaan masa depan terlihat lebih baik, karena pemerintah Rusia telah menyetujui 425 milyar rubel (sekitar 15 milyar dolar AS) untuk program angkasa Rusia dari 2006-2015 [1]. Pendanaan untuk 2006 akan mencapai 27 milyar rubel (sekitar 900 juta dolar AS).
Program sekarang
Agensi Angkasa Rusia merupakan salah satu partner NASA dalam program Stasiun Angkasa Internasional (ISS). RKA juga menyediakan pariwisata angkasa untuk penumpang yang membayar-biaya kepada ISS melalui perusahaan Space Adventures.
RKA mengoperasikan beberapa program lainnya untuk ilmu bumi, komunikasi, dan riset ilmiah. Proyek masa depan termasuk penerus pesawat angkasa Soyuz "shuttle" Kliper (dibuat dalam kerja sama dengan ESA), misi robot ilmiah ke salah satu bulan planet Mars dan juga penambahan satelit riset mengorbit Bumi.
Markas Badan Penerbangan dan Antariksa Rusia ada di Kosmodrom Baikonur, Kazakhstan.
RKA dikepalai oleh Anatoly Perminov, yang tugasnya seluruhnya sejalan dengan administrator NASA. RKA mempekerjakan sekitar 300 orang, sebanyak kerja itu dikontrak. Kontraktor utama yang digunakan oleh RKA ialah Kompleks Roket dan Antariksa Energiya, yang memiliki dan mengoperasikan Pusat Kontrol Misi di Korolyov, dan terjadi dalam proyek Stasiun Luar Angkasa Internasional. Tugas Energiya yang sebelumnya adalah mengoperasikan stasiun luar angkasa Mir. Perusahaan itu mengembangkan penggerak Energiya yang kuat yang merupakan kendaraan luncur berat dan digunakan untuk mengorbitkan Buran ke luar angkas.
Kendali peluncuran
Mitra militer RKA ialah Angkatan Antariksa Militer (VKS). VKS mengendalikan fasilitas luncur Kosmodrom Plesetsk Rusia. RKA dan VKS berbagi kendali atas Kosmodrom Baikonur, di mana RKA membayar kembali VKS untuk biaya sejumlah pengontrol penerbangan selama peluncuran sipil. RKA dan VKS juga berbagi kontrol atas Pusat Pelatihan Antariksawan Yuri Gagarin.
Persaingan Menaklukkan Angkasa Luar
SELASA 9 Agustus 2005 pesawat ulang-alik Discovery pulang ke bumi, setelah menjelajah angkasa. Sebelumnya NASA telah sukses mengorbitkan Discovery 26 Juli lalu. Tepat pukul 10.39 waktu setempat (pukul 21.39 WIB), Discovery membelah langit biru nan cerah di pusat peluncuran NASA, Cape Canveral Florida. Peristiwa bersejarah itu mengakhiri penantian dua setengah tahun setelah tragedi Columbia. Columbia meledak di udara 1 Februari 2003, setelah pesawat tersebut memasuki atmosfir bumi dalam proses pendaratan.
Pesawat ulang-alik mulai dikembangkan sejak akhir dasawarsa 1970-an. Sebelumnya roketlah yang digunakan untuk penerbangan antariksa. Teknologi roket yang merupakan dasar dari sistem penerbangan antariksa pada mulanya dikembangkan untuk keperluan persenjataan. Adalah Wehrner Von Braun, ilmuwan Jerman, yang mengawali penggunaan teknologi roket. Saat itu dia direkrut Hitler untuk mengembangkan misil V2, sebuah peluru kendali dengan teknologi roket dalam masa Perang Dunia II.
Saat perang usai, Von Braun pindah ke AS dan membantu pengembangan teknologi roket untuk kepentingan penerbangan antariksa di sana. Namun entah kenapa, cetak biru V2 kemudian jatuh ke tangan Rusia, dan digunakan sebagai acuan mengembangkan roket sendiri. Kedua negara adidaya itu kemudian terlibat dalam persaingan sengit untuk mengeksplorasi ruang angkasa.
Dalam pengembangan teknologi roket, Rusia unggul lebih dulu dengan keberhasilannya meluncurkan satelit buatan yang pertama di dunia dengan nama Sputnik I pada 4 Oktober 1957. AS kemudian menyusul dengan meluncurkan satelit pertamanya yang dinamai Explorer I pada 31 Januari 1958. Pada 12 April 1961, Rusia kembali memimpin dengan meluncurkan manusia pertama ke angkasa luar, Yuri Alekseyivich Gagarin, seorang mayor Angkatan Udara Rusia yang meluncur dengan kapsul Vostok I. Kurang dari sebulan kemudian, AS yang kebakaran jenggot karena terus didahului Rusia meluncurkan astronot pertamanya, Alan B Shepard, dengan kapsul Mercury 7. Peluncuran ini dilakukan secara terburu-buru dengan teknologi yang belum matang sehingga Shepard hanya mampu mengangkasa selama 15 menit dengan ketinggian maksimal 184 km. Padahal, Gagarin bisa mengangkasa selama 108 menit dengan ketinggian maksimal 301,4 km dalam sekali orbit.
Misi Shepard pun sebenarnya hanyalah penerbangan naik-turun dan tidak sampai mengorbit bumi. Wajar kalau Rusia mengejek misi ini sebagai "penerbangan kutu loncat". AS baru berhasil mengirimkan pesawat pengorbit pada 20 Februari 1962, ketika kapsul Friendship 7 yang diawaki oleh Letkol John Herschel Glenn berhasil melakukan 3 kali orbit dalam penerbangan selama 4 jam 56 menit. Prestasi ini masih kalah jauh dari kemajuan yang dicapai Rusia pada 6 bulan sebelumnya, ketika Mayor German Stephanovich Titov berhasil mengorbit 17 kali dalam penerbangan selama 25 jam 18 menit dalam kapsul Vostok II.
Bulan menjadi sasaran berikutnya dari kedua negara yang sedang bersaing itu. Rusia lagi-lagi mendahului dengan mengirim wahana tak berawak Lunik II pada 14 September 1959. Wahana ini tercatat sebagai wahana buatan manusia pertama yang mendarat di permukaan bulan. Sayangnya, Lunik II mendarat secara keras. Akibatnya seluruh peralatan yang dibawa rusak sehingga tidak mampu mengirimkan data apa pun ke bumi. Rusia baru berhasil mendaratkan wahana yang mampu melakukan pendaratan lunak pada Februari 1966 melalui wahana Lunik IX.
AS pun, walaupun pada awalnya sempat tertinggal, telah berhasil mengirimkan wahana untuk melakukan pendaratan lunak pada 1966. Setahun kemudian, sebuah wahana AS lainnya berhasil mengirimkan gambar TV pertama dari permukaan bulan. Puncaknya terjadi pada 17 Juli 1969, ketika Neil Armstrong dan Edwin Aldrin berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai manusia pertama yang menginjak permukaan bulan melalui misi Apollo-11. Misi ini dilanjutkan dengan 5 pendaratan lainnya, masing-masing Apollo-12 (November 1969), Apollo-14 (Februari 1971), Apollo-15 (Agustus 1971), Apollo-16 (April 1972), dan terakhir, Apollo-17 (Desember 1972). Misi Apollo juga pernah mencatat kegagalan, tepatnya menimpa misi Apollo-13 yang kecelakaan (ledakan pada salah satu modulnya). Untunglah para awak Apollo 13 dapat kembali dengan selamat ke bumi, walaupun gagal menjejak ke permukaan bulan.
Sementara itu, Rusia tercatat pernah mengirimkan modul Lunkhod I pada 17 November 1970. Modul ini berupa robot yang dikendalikan dari bumi. Namun sesudahnya program antariksa Rusia di bulan tidak lagi berlanjut. Begitu pula AS. Setelah berakhirnya misi Apollo-17, AS tidak lagi mengirimkan manusia ke bulan. Alasannya, boros dan berisiko.
Ulang-alik
AS lalu mengembangkan pesawat ulang-alik. Misi ulang-alik dinilai lebih murah karena hampir seluruh komponennya dapat dipergunakan kembali pada misi-misi sesudahnya. AS mencatat sejarah dengan keberhasilannya meluncurkan pesawat ulang-alik pertamanya, Columbia, pada Juni 1981. Dengan digunakannya teknologi ulang-alik, terbuka kesempatan untuk meluncurkan misi berawak dengan frekuensi yang lebih sering dengan pembiayaan yang lebih kecil. Bahkan saat peluncuran perdana Columbia, pihak NASA (Badan Luar Angkasa AS) mematok target untuk meluncurkan setidak-tidaknya satu misi berawak tiap minggu.
Namun, dalam kenyataannya target itu tidak pernah tercapai. Misi ulang-alik pun mulai dipertanyakan efektivitas dan efisiensinya, mengingat dana yang diserap ternyata tidak jauh berbeda daripada era roket sekali pakai yang sudah ditinggalkan NASA. Nahas yang menimpa pesawat ulang-alik Challenger yang meledak saat peluncuran (28 Februari 1986) dan menewaskan ketujuh awaknya membuat NASA merestrukturisasi kembali program ulang-aliknya, khususnya dalam persoalan keamanan. Namun teknologi ulang-alik itu tidak banyak berubah, bahkan selama lebih dari 20 tahun sejak pertama kali digunakan.
Puncaknya terjadi pada peristiwa kecelakaan yang menimpa Columbia. Peristiwa yang menewaskan tujuh awak tersebut kembali membuka perdebatan mengenai keamanan serta kepentingan misi ulang-alik. Buntut dari kecelakaan ini adalah dibekukannya program luar angkasa AS sambil mengkaji kembali berbagai faktor dalam penerbangan ulang-alik. Sepeninggal Challenger dan Columbia, AS masih memiliki tiga pesawat ulang-alik lain, yaitu Discovery, Atlantis, dan Endeavour. Ditambah dengan satu prototipe yang tidak pernah mengudara, Enterprise, yang kini menghuni museum Smithsonian.
Sementara itu, dalam mengatasi ketertinggalannya dari AS, Rusia tercatat juga mengembangkan pesawat ulang-alik sendiri yang diberi nama Buran. Tahun 1988, Buran diuji coba dalam sebuah penerbangan tanpa awak. Sayangnya, krisis politik dan ekonomi yang melanda Uni Sovyet sesaat sebelum bubar membuat proyek Buran tersendat, bahkan terhenti sama sekali sebelum berkembang.
Pecahnya Uni Soviet akhirnya juga membawa malapetaka bagi program antariksa Rusia. Pangkalan peluncuran Rusia yang berada di Tyuratam (kosmodrom Baikonur) kini telah masuk wilayah Kazakhstan, sebuah negara kecil yang secara ekonomi tidak begitu makmur. Rusia harus membayar ongkos sewa untuk dapat terus menggunakan pangkalan tersebut. Padahal Rusia sedang krisis moneter. Walhasil, setelah Soviet bubar, program ruang angkasa Rusia sempat tersendat selama beberapa waktu.
Kondisi ini membuat Rusia kreatif mencari dana untuk membiayai program luar angkasanya. Dengan membayar biaya sekitar 20 juta dolar AS, siapa saja bisa mengikuti penerbangan antariksa Rusia. Dengan cara ini , Dennis Tito, seorang miliarder asal AS, akhirnya bisa tercatat sebagai turis antariksa yang pertama dalam sejarah. Belakangan, Rusia berniat menjadikan program "turis antariksa" ini sebagai salah satu cara memperoleh dana segar guna melanjutkan program luar angkasanya.
Kini teknologi roket tidak lagi menjadi monopoli AS atau Rusia. Jepang, India, China, dan Uni Eropa juga telah berhasil mengembangkan teknologi roket. Keberhasilan China meluncurkan misi berawak ke antariksa pada Oktober 2003 telah menorehkan sejarah baru dalam dunia penerbangan antariksa.
China negara ke 3 penakluk luar angkasa!
Tahap kedua nanti adalah misi pendaratan wahana tak berawak dan peluncuran kapal penjelajah bulan pada 2012. Tahap ketiga direncanakan pada 2017, dengan mengirim penjelajah bulan yang mengharuskan kembali dengan membawa sampel tanah dan batu bulan. Namun, di balik peluncuran China terefleksikan aroma kompetisi negara-negara Asia untuk berlomba-lomba melakukan misi antariksa. Dengan demikian, meski tak pernah dideklarasikan, tampaknya perlombaan teknologi antariksa Asia semakin mendidih.
Pesaing China di kawasan Asia, Jepang, telah meluncurkan satelit serupa bulan lalu, sementara India akan meluncurkan misi sama pada April tahun depan. Yang menarik, walaupun batasan waktu antara China dan Jepang dalam hal peluncuran misi antariksa ke bulan cenderung sama, beberapa pejabat China mencoba mengurangi kesan persaingan dalam misi tersebut.
“Jepang memulai riset eksplorasi bulan lebih awal dari yang kita lakukan. Namun, kita tidak ingin peluncuran Chang’e-1 dianggap sebagai pesaing,” ucap salah seorang pejabat senior proyek Chang’e-1 Zhang Jiangqi.
Jauh-jauh hari, ilmuwan China menyebutkan, sejatinya, misi ini diperuntukkan bagi kepentingan ilmiah. Kepentingan ilmiah inilah yang lebih utama dari sekedar kebanggaan meluncurkan satelit orbit. Direktur Proyek Orbiter Bulan China Luan Enjie mengatakan, peluncuran Chang’e-1 ini China tak bermaksud memulai kompetisi antariksa apapun dengan negara manapun. China bersedia membagi hasil eksplorasi bulan Chang’e-1 ke seluruh dunia. Ini mengingat peluncuran Chang’e-1 berangkat dari kebijakan tujuan damai antariksa.
“Keputusan penelitian bulan disesuaikan dengan syarat-syarat yang diajukan pemerintah China. Chang’e-1 tidak pernah diniatkan untuk menyaingi program semisal yang dimiliki negara lain,” tegas Luan.
China juga tidak menutup mata bahwa selama ini gelombang misi eksplorasi bulan telah dilakukan negaranegara lain. Lebih jauh, sumber juru bicara Komisi Teknologi Sains dan Industri Pertahanan Nasional (COSTIND) menampik tuduhan kalangan yang mengatakan Chang’e-1 dibekali perlengkapan militer.“Chang’ e-1 murni bertujuan demi kepentingan ilmu pengetahuan tanpa tendensi militeristik.
Kita sama sekali tidak membekali Chang’e-1 dengan fasilitas dan peralatan militer,” bunyi sumber tadi. “Ketika teknologi antariksa dan kekuatan ekonomi China sudah mapan, merupakan hal lazim jika China melangkah ke persoalan eksplorasi antariksa,” tandas Luan Enjie.
Misi Militer Rahasia
Beberapa kalangan menuduh, satelit bulan Chang’e-1 milik China ini juga dilengkapi misi militer rahasia. Lembaga pengawas hak asasi manusia Hong Kong menganalisa, kapal selam China akan mengirim sinyal-sinyal uji coba yang dapat mengubah wacana satelit sesaat setelah Beijing meluncurkan orbiter bulannya. Lembaga tersebut mengungkapkan, peluncuran Chang’e dibekali proyektil antisatelit. Hal ini dinilai sebagai bagian dari usaha China mengembangkan teknologi pertempuran antariksa.
Pusat Informasi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong menguraikan, dua kapal pengintai langsung disebar ke Samudra Pasifik Utara dan Samudra Atlantik Utara.Penyelidikan bulan hanyalah topeng dari siasat atau muslihat Beijing mengintai pergerakan musuh. Jadi, sesaat setelah Chang’e-1 meluncur, ketika itu juga senjata nuklir kapal selam China mengirim sinyal simulasi kepada satelit Chang’e-1. Jika nanti manuver teknologi China telah mapan dan China terlibat perang, Beijing dapat dengan mudah mengenyahkan satelit-satelit musuhnya di angkasa.
Caranya, kapal selam China yang tersebar itu, mengirimkan sinyal-sinyal ke Chang’e-1 lalu dengan bekal proyektil antisatelit di Chang’e-1, Beijing dengan leluasa merusak satelit musuh-musuhnya di angkasa. Terlepas dari apapun motif serta niatan Beijing di balik peluncuran “Dewi Bulan”Chang’e-1, China setidaknya telah berada di urutan pertama persaingan misi antariksa Asia dan mengungguli Jepang.
Yang terpenting lagi, peluncuran Chang’e-1 ini makin pula mengukuhkan China sebagai bangsa yang patut disejajarkan dengan kekuatan dunia seperti AS dan Rusia. China telah sadar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menguasai teknologi terkini. Misi antariksa Beijing ini sudah jelas menunjukkan hal itu.
Ide mengirim objek ke angkasa terdapat di dalam pikiran dari banyak penulis sains fiksi ratusan tahun sebelum hal itu menjadi kenyataan. Beberapa karya ini juga menulis penggambaran bagaimana hal tersebut dapat dilakukan. Pada abad 20, dengan pengembangan propulsi teknologi yang cukup, material yang kuat dan ringan dan terobosan teknologi dan sains lainnya, ide misi luar-bumi tidak lagi hanya sekedar impian tapi suatu kenyataan.
Museum National Air and Space (National Air and Space Museum, NASM) di National Mall di Washington, D.C. memajang sebuah contoh batu bulan yang dapat dilihat dan disentuh oleh masyarakat, sebuah kapsul Gemini dan roket Soviet. Steven F. Udvar-Hazy Center di Dulles International Airport di Virginia Utara menampilkan banyak teknologi aerospace dalam satu tempat: Pesawat luar angkasa Enterprise, sebuah Concorde dan beberapa pesawat lainnya. Museum Space & Rocket Center A.S di Huntsville, Alabama dekat dengan Redstone Arsenal menampilkan banyak perangkat angkasa, termasuk replika roket Saturn V Apollo 11 ukuran-penuh, Apollo asli, dan kapsul pelatih luar-angkasa Merkurius, dan kapsul luar angkasa Apollo 16 asli.
Misi ke ruang angkasa
Dinas Antariksa Nasional China (CNSA) meluncurkan Chang’e-1, satelit penyelidik bulan pertama. Chang’e-1 yang diadopsi dari nama legenda Dewi Bulan dalam mitologi China meluncur dengan Wahana Jarak Jauh 3A dari Pusat Peluncuran Satelit Xichiang, barat daya Provinsi Sichuan. Peluncuran satelit bulan Chang’e-1 menandai langkah awal rencana tiga tahap misi bulan Beijing.
Tahap kedua nanti adalah misi pendaratan wahana tak berawak dan peluncuran kapal penjelajah bulan pada 2012. Tahap ketiga direncanakan pada 2017, dengan mengirim penjelajah bulan yang mengharuskan kembali dengan membawa sampel tanah dan batu bulan. Namun, di balik peluncuran China terefleksikan aroma kompetisi negara-negara Asia untuk berlomba-lomba melakukan misi antariksa. Dengan demikian, meski tak pernah dideklarasikan, tampaknya perlombaan teknologi antariksa Asia semakin mendidih.
Pesaing China di kawasan Asia, Jepang, telah meluncurkan satelit serupa bulan lalu, sementara India akan meluncurkan misi sama pada April tahun depan. Yang menarik, walaupun batasan waktu antara China dan Jepang dalam hal peluncuran misi antariksa ke bulan cenderung sama, beberapa pejabat China mencoba mengurangi kesan persaingan dalam misi tersebut.
“Jepang memulai riset eksplorasi bulan lebih awal dari yang kita lakukan. Namun, kita tidak ingin peluncuran Chang’e-1 dianggap sebagai pesaing,” ucap salah seorang pejabat senior proyek Chang’e-1 Zhang Jiangqi.
Jauh-jauh hari, ilmuwan China menyebutkan, sejatinya, misi ini diperuntukkan bagi kepentingan ilmiah. Kepentingan ilmiah inilah yang lebih utama dari sekedar kebanggaan meluncurkan satelit orbit. Direktur Proyek Orbiter Bulan China Luan Enjie mengatakan, peluncuran Chang’e-1 ini China tak bermaksud memulai kompetisi antariksa apapun dengan negara manapun. China bersedia membagi hasil eksplorasi bulan Chang’e-1 ke seluruh dunia. Ini mengingat peluncuran Chang’e-1 berangkat dari kebijakan tujuan damai antariksa.
“Keputusan penelitian bulan disesuaikan dengan syarat-syarat yang diajukan pemerintah China. Chang’e-1 tidak pernah diniatkan untuk menyaingi program semisal yang dimiliki negara lain,” tegas Luan.
China juga tidak menutup mata bahwa selama ini gelombang misi eksplorasi bulan telah dilakukan negaranegara lain. Lebih jauh, sumber juru bicara Komisi Teknologi Sains dan Industri Pertahanan Nasional (COSTIND) menampik tuduhan kalangan yang mengatakan Chang’e-1 dibekali perlengkapan militer.“Chang’ e-1 murni bertujuan demi kepentingan ilmu pengetahuan tanpa tendensi militeristik.
Kita sama sekali tidak membekali Chang’e-1 dengan fasilitas dan peralatan militer,” bunyi sumber tadi. “Ketika teknologi antariksa dan kekuatan ekonomi China sudah mapan, merupakan hal lazim jika China melangkah ke persoalan eksplorasi antariksa,” tandas Luan Enjie.
Misi Militer Rahasia
Beberapa kalangan menuduh, satelit bulan Chang’e-1 milik China ini juga dilengkapi misi militer rahasia. Lembaga pengawas hak asasi manusia Hong Kong menganalisa, kapal selam China akan mengirim sinyal-sinyal uji coba yang dapat mengubah wacana satelit sesaat setelah Beijing meluncurkan orbiter bulannya. Lembaga tersebut mengungkapkan, peluncuran Chang’e dibekali proyektil antisatelit. Hal ini dinilai sebagai bagian dari usaha China mengembangkan teknologi pertempuran antariksa.
Pusat Informasi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong menguraikan, dua kapal pengintai langsung disebar ke Samudra Pasifik Utara dan Samudra Atlantik Utara.Penyelidikan bulan hanyalah topeng dari siasat atau muslihat Beijing mengintai pergerakan musuh. Jadi, sesaat setelah Chang’e-1 meluncur, ketika itu juga senjata nuklir kapal selam China mengirim sinyal simulasi kepada satelit Chang’e-1. Jika nanti manuver teknologi China telah mapan dan China terlibat perang, Beijing dapat dengan mudah mengenyahkan satelit-satelit musuhnya di angkasa.
Caranya, kapal selam China yang tersebar itu, mengirimkan sinyal-sinyal ke Chang’e-1 lalu dengan bekal proyektil antisatelit di Chang’e-1, Beijing dengan leluasa merusak satelit musuh-musuhnya di angkasa. Terlepas dari apapun motif serta niatan Beijing di balik peluncuran “Dewi Bulan”Chang’e-1, China setidaknya telah berada di urutan pertama persaingan misi antariksa Asia dan mengungguli Jepang.
Yang terpenting lagi, peluncuran Chang’e-1 ini makin pula mengukuhkan China sebagai bangsa yang patut disejajarkan dengan kekuatan dunia seperti AS dan Rusia. China telah sadar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menguasai teknologi terkini. Misi antariksa Beijing ini sudah jelas menunjukkan hal itu.
Penjelajahan angkasa adalah eksplorasi fisik dari benda di luar Bumi dan biasanya menyangkut teknologi, ilmu pengetahuan, dan politik yang berhubungan dengan luar angkasa. Salah satu yang paling terkenal dan aspek penting dari penjelajahan angkasa adalah pendaratan manusia pertama di bulan dalam perlombaan angkasa antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Ide mengirim objek ke angkasa terdapat di dalam pikiran dari banyak penulis sains fiksi ratusan tahun sebelum hal itu menjadi kenyataan. Beberapa karya ini juga menulis penggambaran bagaimana hal tersebut dapat dilakukan. Pada abad 20, dengan pengembangan propulsi teknologi yang cukup, material yang kuat dan ringan dan terobosan teknologi dan sains lainnya, ide misi luar-bumi tidak lagi hanya sekedar impian tapi suatu kenyataan.
Museum National Air and Space (National Air and Space Museum, NASM) di National Mall di Washington, D.C. memajang sebuah contoh batu bulan yang dapat dilihat dan disentuh oleh masyarakat, sebuah kapsul Gemini dan roket Soviet. Steven F. Udvar-Hazy Center di Dulles International Airport di Virginia Utara menampilkan banyak teknologi aerospace dalam satu tempat: Pesawat luar angkasa Enterprise, sebuah Concorde dan beberapa pesawat lainnya. Museum Space & Rocket Center A.S di Huntsville, Alabama dekat dengan Redstone Arsenal menampilkan banyak perangkat angkasa, termasuk replika roket Saturn V Apollo 11 ukuran-penuh, Apollo asli, dan kapsul pelatih luar-angkasa Merkurius, dan kapsul luar angkasa Apollo 16 asli.
Misi ke ruang angkasa
Misi tak berawak
Misi luar angkasa tak berawak
* Program Pioneer
* Program Luna
* Program Zond
* Program Venera program
* Program probe Mars
* Program Ranger
* Program Mariner
* Program Surveyor
* Program Viking
* Program Voyager
* Program Vega
* Program Phobos
* Program Discovery
Hewan di angkasa
* Hewan di angkasa
* Monyet di angkasa
* Anjing luar angkasa Russia
Manusia di angkasa
Astronot dan penerbangan luar angkasa berawak
* Daftar penerbangan luar angkasa berawak
* Program Vostok
* Program Mercury
* Program Voskhod
* Program Gemini
* Program Soyuz
* Program Apollo
* Program Salyut
* Skylab
* Program Space Shuttle
* Mir
* International Space Station
* Shenzhou spacecraft
* Crew Exploration Vehicle
* Vision for Space Exploration
* Aurora Programme
* Tier One
* Human adaptation to space
Pengembangan sekarang dan masa depan
* Penjelajahan Mars
* Pengembangan energi masa depan
* Turisme angkasa
* Penerbangan angkasa pribadi
* Kolonisasi angkasa
* Stasiun luar angkasa
Misi luar angkasa tak berawak
* Program Pioneer
* Program Luna
* Program Zond
* Program Venera program
* Program probe Mars
* Program Ranger
* Program Mariner
* Program Surveyor
* Program Viking
* Program Voyager
* Program Vega
* Program Phobos
* Program Discovery
Hewan di angkasa
* Hewan di angkasa
* Monyet di angkasa
* Anjing luar angkasa Russia
Manusia di angkasa
Astronot dan penerbangan luar angkasa berawak
* Daftar penerbangan luar angkasa berawak
* Program Vostok
* Program Mercury
* Program Voskhod
* Program Gemini
* Program Soyuz
* Program Apollo
* Program Salyut
* Skylab
* Program Space Shuttle
* Mir
* International Space Station
* Shenzhou spacecraft
* Crew Exploration Vehicle
* Vision for Space Exploration
* Aurora Programme
* Tier One
* Human adaptation to space
Pengembangan sekarang dan masa depan
* Penjelajahan Mars
* Pengembangan energi masa depan
* Turisme angkasa
* Penerbangan angkasa pribadi
* Kolonisasi angkasa
* Stasiun luar angkasa
No comments:
Post a Comment